Banjir pada hakikatnya
hanyalah salah satu output dari pengelolaan DAS yang tidak tepat.
Bencana banjir menjadi populer dalam waktu hampir bersamaan (pada awal
tahun 2007) beberapa kota dan kabupaten di Indonesia terpaksa harus
mengalami bencana ini, bahkan DKI Jakarta yang notabene merupakan
ibukota negara RI terpaksa harus terendam air. Kejadian banjir yang
cukup berat juga pernah dialami oleh DKI Jakarta pada awal tahun 2002
yang menggenangi sebagian wilyah DKI jakarta walaupun tidak sehebat
banjir awal tahun 2007.
Dari hasil pemantauan
di lapangan, maka dapat diidentifikasi beberapa penyebab banjir secara
biofifik yaitu ; curah hujan yang sangat tinggi, karakterisitk DAS itu
sendiri, penyempitan saluran drainase dan perubahan penggunaan lahan.
Penjelasan dari penyebab banjir di atas adalah sebagai berikut :
Curah Hujan
Curah hujan pada saat
banjir jakarta pada tanggal 18 januari 2002, disebabkan oleh curah hujan
harian sebesar 105 mm/ hari, kemudian banjir kedua pada tanggal 30
januari 2002 disebabkan curah hujan sebesar 143 mm/ hari. Padahal curah
hujan di atas 50 mm/ hari patut diwaspadai. Kejadian banjir Jakarta dan
sekitarnya pada tanggal 3 Pebruari 2007 berdasarkan data pengamatan
tinggi muka air dan debit sungai ciliwung di pos pengamatan bendungan
katulampa menunjukan angka 250 cm, padahal tinggi muka air melampau
angka 100 cm sudah harus siaga. Curah hujan mencapai 172 mm/ hari (sudah
melebihi banjir jakarta tahun 2002). Dengan lamanya hujan yang dimulai
awal januari 2007 menyebabkan tanah menjadi jenuh dengan air sehingga
pada saat hujan sebagian air hujan merupakan aliran permukaan (run off).
Juga pada saat bersamaan laut di pantai utara DKI Jakarta naik.
Karakteristik DAS
Daerah
aliran sungai (DAS) yang ,menyebabkan banjir jakarta adalah DAS
Ciliwung-Cisadane. Karakterisitik DAS meliputi bentuk dan kemiringan
lereng. Karakteristik DAS Ciliwung-Cisadane mempunyai bentuk daerah hulu
dan tengah dengan kelerengan terjal. Sedangkan daerah tengah sampai
hilir sangat datar dan luas. Bentuk DAS ini begitu hujan jatuh maka air
hujan dari daerah hulu langsung mengalir ke bawah dengan waktu
konsentrasi yang singkat.
Saluran Drainase
aluran
drainase memiliki peran sangat penting sebagai jalan bagi air untuk
sampai ke laut yang merupakan tujuan akhir dari air mengalir. Volume
saluran drainase sungai ciliwung khususnya daerah hilir disana sini
mengalami penyusutan yang disebabkan oleh ukuran lebarnya berkurang,
terjadi pengendapan dan masih berkembangnya prilaku masyarakat membuang
sampah di sungai.
Perubahan Penggunaan Lahan
Dilihat
dari segi curah hujan wilayah DAS dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
wilayah yang berfungsi sebagai wilayah resapan dan wilayah yang
berfungsi sebagai wilayah pengaturan (drainase), berfungsi tidaknya
wilayah tersebut akan sangat terkait dengan penggunaan lahan. Yang
sangat mencolok perubahan penggunaan lahan khususnya di Catchment Area
DAS Ciliwung – Cisadane adalah pesatnya pembangunan pemukiman (khususnya
DAS wilayah tengah) catchment area daerah hulu dan tengah yang sejak
awal berfungsi sebagai daerah resapan, berupah menjadi daerah kedap air
yang dipergunakan untuk berbagai keperluan (diantaranya pemukiman),
selain itu situ-situ yang ada, berdasarkan data BPDAS Citarum-Ciliwung
berjumlah 199 buah Yang berfungsi tinggal 31 buah selebihnya sudah tidak
berfungsi sebagai penampung air.
Kawasan resapan air di hulu DAS memiliki peran sangat penting dalam
siklus hidrologi. Selain itu berdasarkan data stasiun pengamat air di
hulu ciliwung menunjukan Koefisien Regim Sungai (KRS) mencapai angka
4.274 padahal normalnya harus dibawah angka 50, ini menunjukan bahwa
kinerja DAS Ciliwung sudah sangat buruk.
Masalah perubahan penutupan lahan menjadi rumit lagi apabila dikaitkan
dengan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dalam suatu DAS. Seringkali
ditemui beberapa daerah terjadi konplik kepentingan antara ekonomi
daerah dengan kelestarian lingkungan. Apalagi saat ini era otonomi
daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk mengatur
daerahnya. Hal tersebut ternyata telah diartikan secara kurang
bijaksana oleh pemerintah daerah. Fokus perhatian lebih tertuju pada
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Akibatnya perhatian terhadap
kelestarian lingkungan menjadi terabaikan.
Sebetulnya
upaya pemerintah untuk menanggulangi permasalahan banjir jakarta dari
segi regulasi telah banyak dilakukan sebagai control telah
diterbitkannya PP no 33 tahun 1963 tentang penertiban pembangunan di
kawasan sepanjang jalan antara jakarta – bogor – puncak – cianjur dalam
bentuk hukum khusus yang kemudian disempurnakan dengan Kepres no 48
tahun 1963 yang diperbarui dengan Kepres no 79 tahun 1985 tentang
penetapan RUTR kawasan puncak dan terakhir Kepres no 114 tahun 1999 yang
menyangkut penataan ruang kawasan Bopuncur (Bogor, Puncak dan Cianjur)
berdasarkan Kepres tersebut maka kawasan itu sitetapkan dengan fungsi
utama sebagai serapan air dengan tetap mempertahankan kawasan pedesaan.
Demikian
pula penggunaan lahan masing-masing DAS telah dibuatkan penggunaan
lahannya, mulai zona pelindung, zone penyangga sampai zona budidaya.
Pasal 50 UU no 41 tahun 1999 melarang setiap orang melakukan penebangan
kiri kanan sungai, waduk atau danau atau mata air, akan tetapi tampaknya
belum ditaati sepenuhnya oleh masyarakat.
Apa Solusi Banjir Yang Harus Dilakukan :
Penanganan
banjir jakarta dapat dilakukan dengan pendekatan sipil teknis dan
pendekatan vegetatif serta pendekatan hukum. Pendekatan sipil teknis
adalah dengan membuat bangunan yang dapat membantu mengendalikan aliran
permukaan . Sedangkan secara vegetatif adalah melalui kegiatan
pertanaman.
Beberapa Solusi adalah sebagai berikut :
Peningkatan kapasitas drainase
Kapasitas
saluran drainase yang tidak memadai menyebabkan aliran sungai meluap
dan menggenangi daerah sekitarnya. Salah satu cara untuk mengurangi
terjadinya luapan banjir adalah degan meningkatkan kapasitas saluran
yang ada dengan upaya melarang bangunan di bantaran sungai dan
melebarkan dan melancarkan saluran drainase.
Pembuatan dam penahan dan mempertahankan situ-situ yang ada
Salah
satu cara untuk menghambat larinya air permukaan adalah dengan membuat
dam penahan airatau embung terutama di daerah hulu dan juga meningkatkan
fungsi situ-situ yang ada serta membangun situ-situ baru.
Pembuatan Sumur Resapan
Khususnya
untuk daerah dengan pemukiman di daerah hulu dan tengah DAS Ciliwung
diterapkan pula peraturan yang ketat tentang kewajiban pembuatan sumur
resapan. Pembuatan sumur reasapan pada prinsipnya adalah mengubah aliran
permukaan (run off) menjadi aliran bawah permukaan (sub surface flow).
Rehabilitasi Daerah Tangkapan
Rehabilitasi
daerah tangkapan air dengan cara vegetatif terhadap lahan yang sudah
kritis dapat dilakukan dengan kegiatan reboisasi di kawasan hutan dan
pengembangan hutan rakyat di lahan-lahan milik dan kegiatan-kegiatan
lain seperti penghijauan lingkungan, hutan kota, agroforestry, grass
barier dll. Walau pada tahun pertama, upaya penanaman ini belum dpat
dirasakan sumbangsihnya terhadap penanggulangan banjir. Namun setelah
tanaman berumur 5 tahun ke atas baru bisa dirasakan manfaatnya.
Peningkatan upaya penegakan hukum dan peraturan yang berkaitan dengan lingkungan khususnya banjir, misalnya :
Pelarangan pembangunan di bantaran sungai
Peraturan pembuangan sampah di sungai
Kewajiban membuat sumur resapan di permukaan
Penerapan tata ruang yang ditetapkan lebih ketat
Pembatasan secara ketat perubahan penggunaan lahan
Kewajiban penanaman di lahan guntai dan HGU terlantar.
Beberapa hal yang perlu dipahami dan diperhatikan tentang penanganan banjir yaitu :
Banjir
harus diakui dulu senbagai fenomena yang dapat terjadi dan bukan hanya
gejala alam. Untuk itu banjir tidak pula disakiti tetapi harus disikapi
dan diupayakan penanganannya sesuai dengan sifat air.
Diperlukan
pengembangan kesadaran pada seluruh pihak terkait (institusi birokrasi,
institusi Politik, swasta dan masyarakat) untuk memberikan perhatian
khusus terhadap fenomena banjir dan mengupayakan penanganan yang sesuai
bidangnya.